Fenomena Perpindahan Pemain Diaspora ke Super League, Tantangan yang Mengiringi
Fenomena Pemain Diaspora dan Naturalisasi di Super League 2025-2026
Kedatangan Pemain Diaspora ke Indonesia
Bolasport77 – Fenomena perpindahan pemain diaspora kembali mencuri perhatian, terutama di kompetisi kasta tertinggi sepak bola Indonesia, Super League 2025-2026, setelah kedatangan sejumlah pemain naturalisasi. Tren ini berawal dari bergabungnya Jordi Amat ke Persija Jakarta, lalu disusul oleh nama-nama lain seperti Rafael Struick (Dewa United), Jens Raven (Bali United), hingga Thom Haye yang memilih melanjutkan karier di tanah air.
Media Belanda ED.nl baru-baru ini melaporkan bahwa Persib Bandung dan Bali United tengah berebut bek sayap timnas Indonesia, Eliano Reijnders. Fakta ini memperlihatkan semakin besarnya minat klub lokal terhadap pemain keturunan maupun naturalisasi.
Namun, tidak semua pihak memandang langkah tersebut positif. Sejumlah pengamat justru menilai bahwa fenomena ini menyimpan dilema besar.
Fenomena Perpindahan Pemain Diaspora dan Risikonya bagi Pemain Muda
Pengamat sepak bola nasional, Gita Suwondo, menilai keputusan pemain muda seperti Rafael Struick dan Jens Raven untuk tampil di Super League memiliki risiko tinggi. Menurutnya, keduanya lebih baik tetap berkarier di Eropa meskipun hanya bermain di tim cadangan.
Mereka masih muda, sehingga saya menyayangkan keputusan mereka turun ke level kompetisi di Indonesia. Dari sisi kualitas, Liga Indonesia jelas kalah dibanding Eropa, bahkan liga kasta kedua atau ketiga. Namun dari segi latihan dan disiplin, Eropa masih jauh lebih terjaga,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pola latihan dan disiplin klub-klub Eropa sangat penting untuk perkembangan pemain muda. Sementara di Indonesia, atmosfer kompetisi dan kualitas klub belum mampu menandingi standar tersebut.
Tantangan Berat untuk Thom Haye
Berbeda dengan Struick dan Raven, Thom Haye menghadapi tantangan lain. Pengamat menilai mantan gelandang Heerenveen itu memiliki visi bermain luar biasa serta mampu mendistribusikan bola dengan akurat.
“Thom Haye punya visi, umpan matang, dan kemampuan mengatur tempo. Tapi masalahnya dia hanya bisa bermain efektif sekitar 60 menit,” ujar Gita Suwondo.
Hal ini menjadi dilema bagi klub yang berminat, terutama Persib Bandung. Di satu sisi, kehadirannya bisa menambah kreativitas lini tengah. Namun di sisi lain, masalah stamina bisa menjadi hambatan, apalagi kompetisi di Indonesia dikenal keras dengan cuaca tropis yang menuntut fisik ekstra.
“Kalau main penuh 90 menit, saya ragu dia bisa konsisten. Bahkan di malam hari, faktor cuaca tetap memengaruhi. Persib harus bijak, mungkin dengan rotasi bersama Marc Klok,” tambahnya.
Dampak untuk Timnas Indonesia
Kekhawatiran terbesar muncul pada kontribusi pemain diaspora ini untuk timnas Indonesia. Gita Suwondo menilai bahwa pindah ke Super League bisa mengurangi kebugaran mereka.
“Saya khawatir performa fisik pemain makin menurun jika hanya main di Super League. Padahal timnas butuh pemain dengan kondisi prima. Tapi kalau mereka tidak punya klub, risikonya juga sama karena kurang ritme bermain,” jelasnya.
Situasi ini menciptakan dilema, terutama bagi pemain muda yang masih berproses. Hingga pekan ketiga Super League 2025-2026, baik Rafael Struick maupun Jens Raven belum mencetak gol untuk klub masing-masing.
“Gaya bermain mereka stylish, tetapi Liga Indonesia menuntut fisik dan pressing tinggi. Itu tantangan besar bagi mereka,” lanjut Bung GAZ.
Kualitas Liga Indonesia Masih Jadi Sorotan
Pada akhirnya, perbandingan kualitas liga menjadi titik kritis. Menurut Gita, kompetisi Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan liga Eropa, bahkan di level bawah.
“Secara jujur, liga kita masih kalah dengan liga-liga kecil di Eropa, bahkan mungkin dengan Almere City di kasta ketiga Belanda sekalipun,” pungkasnya.
Ikuti perkembangan berita sepak bola Indonesia dan internasional di @bolasport777 dan bolasport77.com
